Proyek pembangunan pesawat tempur bersama antara
Indonesia-Korea Selatan, Korean Fighter Experiment (KFX), yang
dibatalkan ternyata memang sudah banyak diragukan sejak awal.
Menurut
Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR, Tubagus Hasanuddin, ada berbagai
keraguan yang muncul di kalangan pemerhati militer, hubungan
internasional, dan industri senjata atas proyek itu.
"
Pertama,
karena kalau membuat pesawat supercanggih dengan Korsel, itu bisa
memperburuk politik luar negeri Indonesia. Kaitannya dengan Korea Utara.
Kalau dilanjutkan, seakan ada keberpihakan kita untuk membuat senjata
penghancur Korut," jelas Hasanuddin di Jakarta, Jumat (1/3).
Kedua,
teknologi KFX itu ujung-ujungnya adalah teknologi dari Amerika Serikat,
yang menimbulkan keraguan bahwa keberlangsungan proyek akan sangat
tergantung dengan kepentingan AS di regional Asia Pasifik.
"
Ini
pertanyaan, kenapa kita tak kerjasama dengan negara yang jauh dari
kepentingan kawasan? Saat itu pernah disarankan kita kerjasama dengan
Turki yang lokasi kawasannya jauh," tutur Politisi PDI Perjuangan itu.
Dia
melanjutkan bahwa secara pribadi menilai harus ada langkah negara untuk
berusaha mempertahankan keberlanjutan proyek itu. Dengan demikian,
kerugian negara bisa dihindarkan.
"
Saya kira pemerintahan
selanjutnya harus meneruskan proyek ini. Jangan sampai kerugian ini
pergi begitu saja," tandas Purnawirawan TNI bintang dua itu.
Sebelumnya,
Hasanuddin menyatakan bahwa proyek KFX itu sudah dihentikan secara
sepihak. Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp 1,6 triliun dari uang
yang sudah disetorkan ke proyek itu.
"
Kami sudah mendapatkan
informasi, dalam beberapa hari belakangan ini, Pemerintah Korea Selatan
sudah membatalkan secara sepihak perjanjian pembuatan pesawat tempur
KFX," kata Hasanuddin.
Dia menjelaskan bahwa sebenarnya proyek
KFX itu tak pernah secara jelas dilaporkan Pemerintah ke DPR. Selama
ini, pihaknya hanya mendapat laporan dari pernyataan Kementerian
Pertahanan yang dikutip media massa.
Secara resmi, Pemerintah tak pernah mengajukan anggaran untuk Proyek KFX ke DPR secara resmi dan terbuka.
"
Dibikin
untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan. Kemenhan mengeluarkan uang
Rp 1,6 T. Selain itu sudah ada sekitar 30 orang dari PT.DI yang ikut
mendisain pesawat itu di Korea Selatan," ujar Politisi PDI Perjuangan
itu.
Kerjasama Indonesia-Korea Selatan untuk membangun pesawat
supercanggih, yang dianggap jauh lebih canggih dari pesawat tempur F-16,
sudah bergulir sejak 2001.
Proyek itu dibiayai secara bersama
oleh Indonesia dan Korea Selatan, dengan pihak Indonesia diwajibkan
menyetor sekitar 20 persen dari total US$ 8 miliar ( Rp 77,4 triliun)
yang dibutuhkan.
Seorang Pejabat Kementerian Pertahanan Indonesia
pernah menyatakan bahwa Pemerintah sudah menganggarkan Rp 1,35 triliun
untuk keperluan proyek itu. Harapannya tahun ini akan ada lima prototipe
pesawat tempur yang sudah selesai.
Proyek Pesawat Tempur KFX-Korea Distop, Negara Diduga Rugi Rp 1,6 T
Proyek pembangunan pesawat tempur canggih Indonesia-Korea Selatan,
Korean Fighter eXperiment (KFX), yang dibangga-banggakan ternyata sudah
dihentikan secara sepihak.
Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp 1,6 triliun dari uang yang sudah disetorkan pada proyek tersebut.
"Kami
sudah mendapatkan informasi, dalam beberapa hari belakangan ini,
Pemerintah Korea Selatan sudah membatalkan secara sepihak perjanjian
pembuatan pesawat tempur KFX," kata Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR,
Tubagus Hasanuddin, di Jakarta, Jumat (1/3).
Dia menjelaskan, sebenarnya proyek KFX itu tak pernah secara jelas dilaporkan pemerintah ke DPR.
Secara
resmi, lanjut dia, pemerintah tak pernah mengajukan anggaran secara
resmi dan terbuka kepada DPR untuk proyek KFX. DPR hanya mendapat
laporan dari pernyataan Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang dikutip
media massa.
"
Dibikin untuk kebutuhan penelitian dan
pengembangan. Kemhan mengeluarkan uang Rp 1,6 triliun. Selain itu, sudah
ada sekitar 30 orang dari PT Dirgantara Indonesia (DI) yang ikut
mendesain pesawat itu di Korea Selatan," ujar Politisi PDI Perjuangan
itu.
Dalam waktu dekat, lanjutnya, Komisi I DPR akan segera
memanggil Panglima TNI dan Menteri Pertahanan untuk menjelaskan detil
masalah terkait proyek KFX tersebut. "
Kerugian ini tanggung jawab
Menteri Pertahanan," tandasnya.
Dia juga menyebutkan pembatalan
pihak Korea Selatan itu diduga karena masa pemerintahan Presiden SBY
akan segera berakhir tahun depan.
Kerjasama Indonesia-Korea
Selatan untuk membangun pesawat super canggih, di atas pesawat tempur
F-16, sudah bergulir sejak 2001. Proyek itu dibiayai bersama oleh
Indonesia dan Korea Selatan. Pemerintah Indonesia diwajibkan menyetor
sekitar 20 persen dari total dana US$ 8 miliar (Rp 80 triliun) yang
dibutuhkan.
Seorang pejabat Kemhan pernah menyatakan pemerintah
sudah menganggarkan Rp 1,35 triliun untuk keperluan proyek itu.
Harapannya tahun ini akan ada lima prototipe pesawat tempur yang sudah
selesai.
Penundaan Jet Tempur Buatan RI-Korea Jangan Berlarut-larut
Senayan | Penundaan pembuatan pesawat jet tempur Korea Fighter
Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX) yang dilakukan bersama
Korea Selatan sangat merugikan Indonesia. Karena, itu dapat mengganggu
jadwal upaya modernisasi alutsista TNI.
"Komisi I berharap, alasan teknis penundaan sementara produksi bersama
pesawat tempur itu tidak berlarut-larut. Karena jika itu terjadi, jelas
akan merugikan pihak Indonesia," ujar Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz
Siddiq kepada JurnalParlemen, Jumat (1/3).
Mahfudz mengatakan, hingga kini pihaknya belum tahu soal alasan yang
sebenarnya penundaan itu. Karenanya, masalah ini akan disinggung saat
rapat kerja antara Komisi I dengan Kementerian Pertahanan.
"Jujur saja, kita belum tahu alasan sebenarnya penundaan produksi
pesawat tempur dengan Korsel itu. Apakah hanya semata alasan teknis
saja, atau ada alasan lainnya. Ini yang kita belum tau, dan Komisi I
perlu mendapat penjelasan dalam kaitannya ini," tukasnya.
Mahfudz pun meminta Kemenhan untuk mengantisipasinya dengan mencari
kerjasama di bidang pertahanan, alih tekhnologi dan produksi Alutsista
dengan negara lain yang memiliki sistem pertahanan modern.
Sebenarnya, Komisi I selama ini telah mendorong Kemenhan untuk juga
membuka kerjasama pertahanan yang lebih luas dengan Turki sebagai negara
bagian NATO yang punya alutsista produksi sendiri. Dan selama ini pihak
Turki telah menawarkan diri kepada Indonesia untuk bekerjasama.
"Sayangnya Pemerintah RI sejauh ini belum merespons tawaran itu,"
tukasnya.
Sumber : Garuda Meliter