INDONESIA KU

Alat Utama Sistem Senjata semua mantra Tentara Nasional Indonesia Menuju MEF (minimum essential forces)

Senin, 01 Oktober 2012

HARGA APACHE NAIK, KEMHAN LIRIK SUPER COBRA DAN BLACKHAWK

AH-1W Super Cobra. (Foto: U.S. Navy/Mass Communication Specialist 3rd Class Michael Starkey)

2 Oktober 2012, Jakarta: Minat Pemerintah membeli helikopter serang Boeing AH-64/D Apache sedikit terganjal menyusul kenaikan harga yang disodorkan pihak AS. Untuk mengantisipasinya, Kementerian Pertahanan coba melirik Bell AH-1 Super Cobra dan Sikorsky UH-60 Blackhawk. Demikian hasil akhir rapat terbatas yang dilakukan Pemerintah dan Komisi I DPR di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/10) malam.

Rapat terkait rencana anggaran belanja 2013 ini dilakukan setelah Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq meminta penjelasan mengenai rencana pembelian delapan helikopter Apache, menyusul tawaran yang disampaikan Menlu AS Hillary Clinton kepada sejawatnya Menlu Marty Natalegawa di Washington sepekan lalu.

Dalam perkembangannya, harga yang ditawarkan berulang-kali naik. Dari yang semula 25 juta dollar AS per unit, selanjutnya menjadi 30 juta dollar. Pemerintah yang masih harus memikirkan soal kesejahteraan dan krisis finansial pun berupaya mencari alternatif lain yang lebih terjangkau. Alternatif yang disasar adalah Super Cobra dan Blackhawk. Super Cobra, kabarnya, hanya dibandrol 15 juta dollar.

Sumber: Angkasa

BUDI SANTOSO KEMBALI PIMPIN PT. DI


JAKARTA-(IDB) : Dr Budi Santoso dipercaya Pemerintah untuk kembali memimpin PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan dilantik memangku jabatan Direktur Utama perusahaan industri dirgantara kebanggaan nasional itu untuk periode 2012-2017.

Budi Santoso dilantik bersama jajaran Direksi PTDI baru tersebut oleh Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Dwijanti Tjahjaningsih di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin.

Dwijanti Tjahjaningsih dalam sambutan pelantikan tersebut menginstruksikan Direksi baru PTDI agar segera melaksanakan perubahan struktur organisasi perusahaan secepatnya.

Selain itu Dwijanti Tjahjaningsih meminta Direksi PTDI bekerja kompak supaya jalannya operasional perusahaan tidak timpang. Ia juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas pengabdian jajaran direksi pada periode sebelumnya.

"Direksi baru PTDI harus segera melakukan perubahan struktur organisasi tanpa mengganggu jalannya operasional, menjaga kekompakkan dan menjadikan PTDI lebih baik lagi," kata Dwijanti Tjahjaningsih.

Pernyataan Komisaris PTDI yang disampaikan Wakil Komisaris Utama Wresnuwiro menjelaskan direksi baru harus segera melakukan perubahan organisasi.

Budi Santoso ketika diminta komentarnya menyatakan akan segera merealisasikan apa yang disampaikan komisaris dan pemegang saham. Ia menyampaikan terimakasih kepada pemerintah atas kepercayaan yang diberikannya kembali untuk memimpin PTDI.

Ia menyatakan siap melaksanakan perubahan struktur organisasi secepatnya. "Dengan dimulainya tim ini bekerja, diharapkan target-target PTDI yang sudah digariskan dapat dicapai bahkan ditingkatkan," ujarnya.

Selengkapnya, jajaran direksi baru PTDI 2012-2017 ialah Direktur Utama Budi Santoso, Direktur Umum dan SDM Sukatwikanto, Direktur Keuangan Uray Ashari, Direktur Teknologi dan Pengembangan Andi Alisjahbana, dan Direktur Produksi Supra Dekanto serta Direktur Niaga dan Restrukturisasi Budiman Saleh.

Susunan direksi PTDI periode 2012-2017 berbeda dari periode sebelumnya karena adanya penghilangan satu jabatan direktur sehingga menjadi hanya enam direktur dibanding tujuh direktur pada periode sebelumnya. 



Sumber : Antara

PEMERINTAH INDONESIA TIMBANG BELI APACHE, SUPER COBRA, ATAU BLACK HAWK

Jakarta — Pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan membeli salah satu dari tiga jenis helikopter serang untuk memperkuat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Ketiga jenis helikopter itu yakni Apache, Super Cobra, atau Black Hawk.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4RBA_HZXh13bdmRi3YoncIUjrCa6Oy2NBxhfdbo2k9yf77rhoujlQlv5V7ai9oMce9hf6afIrq-G5RMGiu7HqfMk7Zy_XnTvEahHAsKZq5epx-9CDE9z9iKk7cy-ABtynIxSpzMxpZqw/s1600/2.jpgFaktor yang menjadi pertimbangan utama untuk memilih yakni harga. Hal itu terungkap dalam rapat antara pemerintah dan Komisi I DPR saat membahas anggaran 2013 di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/10/2012) malam.

Hadir dalam rapat itu Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Pramono Edhie Wibowo, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Soeparmo, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat, dan para petinggi TNI lainnya.

Awalnya, Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq meminta pemerintah menjelaskan pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton bahwa Indonesia akan membeli delapan helikopter Apache dari AS. Hal itu diungkap Hillary setelah melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Washington.

Masalahnya, Komisi I DPR tak tahu soal rencana pembelian Apache lantaran tidak pernah ada penyampaian dari pemerintah, baik dalam pertemuan formal maupun informal. Komisi I baru tahu setelah muncul dalam pemberitaan.

Purnomo mengatakan, pihaknya memang ingin membeli helikopter serang. Alasannya, negara-negara tetangga sudah memperkuat alutsista dengan membeli helikopter Apache. Hanya saja, menurut dia, rencana itu masih terlalu dini untuk disampaikan kepada DPR lantaran masih mempertimbangkan banyak hal, khususnya harga.

"Kami ingin bandingkan dengan beberapa jenis helikopter lain yang mungkin walaupun kemampuan dan kualitasnya lebih rendah dari Apache, tapi kita bisa dapatkan lebih (banyak)," kata Purnomo.

Edhie menambahkan, Apache menjadi prioritas pertama pihaknya. Menurut dia, sudah ada pembicaraan dengan pihak AS mengenai harga. Namun, harga yang ditawarkan berubah-ubah dari sebesar Rp 25 juta dollar AS per unit, lalu Rp 30 juta dollar AS per unit.

Belakangan, tambah Edhie, harga Apache kembali naik. Dia tak menyebut berapa harga terakhir. Akhirnya, pihaknya mencari helikoper pembanding, yakni Super Kobra. Informasi yang diterima, kata dia, harga yang ditawarkan yakni 15 juta dollar AS per unit.

Edhie mengatakan, helikopter Black Hawk menjadi pilihan terakhir. Dia tak menyebut berapa harga per unit helikopter yang dipakai dalam film Black Hawk Down itu. "Black Hawk ini dulu helikopter serbu atau angkut pasukan. Dikembangkan menjadi helikopter serang," kata dia.

Mengapa tiga helikopter itu menjadi pilihan? Menurut Edhie, pihaknya memilih memesan dari negara lain lantaran perusahaan lokal tak lagi memproduksi helikopter serang. "Kita harus beli helikopter serang untuk perlindungan serangan darat. Andai kita melakukan gerakan pertempuran di darat, helikopter ini yang melindungi tank-tank dan pasukan kita di darat," kata Edhie.
 TNI AD Berharap Anggaran Pembelian Apache Disetujui DPR
TNI AD Berharap Anggaran Pembelian Apache Disetujui DPRJakarta - TNI Angkatan Darat berharap Komisi I DPR RI menyetujui anggaran pembelian delapan unit helikopter tempur Apache dari Amerika Serikat pada APBN 2013.

"Kita sedang bicarakan. Kita berharap bisa diberi izin membeli delapan unit. Maka dari itu, sekarang kita koordinasikan, komunikasikan agar bisa dianggarkan," kata Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (1/10/2012).

Edhi mengatakan, heli tersebut dibeli dari Amerika Serikat dalam kondisi baru serta bersenjata lengkap.

"Baru, 100 persen gres, lengkap dengan senjatanya. Kalau heli serang tidak ada amunisi dan senjata sama dengan meriam sundut, dong," kata Edhi.

Menurut Edhi, Indonesia diharuskan membeli heli tersebut untuk perlindungan angkatan darat. "Indonesia tidak bisa memproduksi Apache, kalau bisa membeli Apache kita beli di Indonesia," ujarnya.

Namun, bila harga Apache tersebut mencapai Rp 60 juta USD, maka TNI AD akan menunda pembelian heli tersebut. Edhi mengatakan, pihaknya mencari alternatif helikopter tempur lain.

"Kalau 60 juta USD terlalu mahal ya. Mungkin kita akan mencari tipe lain, tapi tetap heli serang," imbuhnya.

Edhi mengungkapkan, Indonesia lebih memerlukan heli serang daripada heli angkut. Sebab, TNI AD sudah memiliki 12 unit MI 17 yang dapat mengangkut 34 orang dalam satu pesawat.

"Kita, kalau heli angkut mempunyai MI 17, bisa mengangkut 34 orang, itu imbang dengan Chinook," ujarnya.
 
Sumber: Kompas, Tribunnews

PETUALANGAN KAHAR MUZAKKAR (DI/TII)

Di tepian Sungai Lasolo, Sulawesi Tenggara, menjelang dini hari 2 Februari 1965. Dalam kegelapan, satu regu pasukan dari Batalyon 330 Kujang I, asal Kodam Siliwangi, tersesat kehilangan arah. Beberapa jam sebelumnya, kompas perlengkapan regu yang dipimpin Pembantu Letnan Satu Umar Sumarna itu tiba-tiba rusak.

Para prajurit yang semua berasal dari Jawa Barat itu hanya tahu, mereka tengah berada di ketinggian. Sementara Sungai Lasolo, yang menjadi penanda arah, berada di lembah di bawah mereka. ''Kami benar-benar nyasar dan harus melakukan upaya survival,'' kata Ili Sadeli, kini 64 tahun, seorang anggota regu yang tersesat itu, kepada Sulhan Syafi'i dari Gatra.

 Tiga puluh enam tahun telah berlalu. Tapi Sadeli, yang ditemui di rumahnya di Desa Sukamandi, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, masih mengingat jelas pengalamannya. Menurut Sadeli, ketika terang tanah, tiba-tiba saja pasukannya melihat di sungai ada beberapa orang tengah mencuci beras.

Yang lebih mengagetkan: muncul pula beberapa pria berpakaian hijau dan memanggul senjata.

Tahulah mereka bahwa tujuan perjalanan jauh mereka --dari Jawa Barat hingga Makassar-- telah makin dekat. Regu Umar Sumarna adalah bagian dari bantuan pasukan asal Kodam Siliwangi pada Komandan Operasi Kilat pemberantasan gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)

Karena yakin yang terlihat itu adalah kelompok DI/TII Kahar Muzakkar, Umar memerintahkan 18 anggota pasukannya untuk menggelar strategi penyerangan ke perkampungan tempat kediaman kelompok itu. Ili Sadeli, yang ketika itu berpangkat kopral dua, bersama lima anak buahnya, ditugasi berjaga di sepanjang jalan setapak menuju sungai.

Rupanya, Umar berjaga-jaga jika ada anggota kelompok Kahar yang melarikan diri ke arah sungai. Ketika malam tiba, ke-13 prajurit regu Umar Sumarna mulai merangsek ke perkampungan pasukan DI/TII. Dini hari 3 Februari, terjadilah baku tembak antara regu Umar dan pasukan DI/TII. Ketika itulah, lima anak buah Ili Sadeli meninggalkan posnya di jalan setapak, untuk ikut menyerbu.

SADELI, yang sendirian dan masih bersembunyi di sebuah pohon besar dihalangi semak-semak, tiba-tiba mendengar suara tapak kaki yang melintas.

Tapi, orang pertama ini lewat melenggang. ''Saya tegang, senjata pun macet,'' kata Ili Sadeli. Tak berapa lama, terdengar satu lagi langkah kaki mendekati tempat Ili Sadeli. Kali ini, muncul sosok bertubuh tegap.

Ketika makin mendekat, terlihat jelas orang itu berkepala sedikit botak, berkacamata, dan raut mukanya bersih serta rambutnya ikal. ''Wah, wajahnya persis seperti terlihat di foto Kahar Muzakkar,'' bisik Sadeli. Semula Sadeli mau menyergapnya. Tapi, karena orang itu membawa granat, akhirnya Sadeli memilih memuntahkan peluru dari jarak dua meter.

Tiga peluru pun terlontar menembus dada. Orang itu langsung tersungkur di depan Ili Sadeli, tepat pukul 06.05 WIB. ''Kahar geus beunang... hoi, Kahar geus beunang (Kahar sudah tertangkap),'' Sadeli berteriak. Mendengar teriakan Sadeli yang berulang-ulang, regu Umar pun bergegas memeriksa mayat itu.

Di ransel kecil korban ditemukan beberapa dokumen DI/TII, yang menunjukkan bahwa jenazah itu adalah Kahar Muzakkar, yang selama ini dicari. 

Sumber: gatra