Halaman
INDONESIA KU
Alat Utama Sistem Senjata semua mantra Tentara Nasional Indonesia Menuju MEF (minimum essential forces)
Selasa, 02 Oktober 2012
TNI AD akan Kembali Menambah Alutsista
Palembang: Anggaran latihan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) pada 2012 mengalami kenaikan 157 persen dibandingkan tahun 2011. Karenanya, TNI AD akan menambah jumlah peralatan utama sistem pertahanan (Alutsita).
Hal itu dikatakan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo saat berkunjungan ke Sumatera Selatan untuk melihat Latihan Tempur Antar-Cabang TNI AD di Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Kodiklat TNI AD Ogan Komering Ulu, Senin (3/9).
Pramono menyebut, TNI AD pada 5 Oktober 2012 akan menambah jumlah peralatan tempur berupa roket, meriam, dan tank.
Ia mengatakan, dengan penambahan peralatan, maka TNI AD mulai tahun ini akan menghidupkan kembali dua Bataliyon Tank, dua Bataliyon Roket, dan dua Bataliyon Meriam di seluruh Artileri Medan (Armed).
Sementara, Komandan Brigip 92 Kostrad Letnan Kolonel Infanteri Suparlan secara terpisah menjelaskan, latihan tempur tersebut perencanaannya sudah dilakukan sejak dua hari lalu untuk memaksimalkan seluruh persenjataan yang dimiliki TNI AD.
Mengenai senjata berat dimiliki selama latihan tempur itu, ia mengatakan telah meluncurkan 140 hingga 200 unit roket, 200 unit meriam, 16 unit tank scorpion, kendaraan tempur anoa dan 3.000 personil untuk memukul mundur musuh.
Sumber: Metrotvnews.com
Legenda Heli Raksasa TNI-AU
Banyak hal yang patut kita kagumi dari sosok angkatan perang
Indonesia di era 60-an. Seperti kita sudah kenal keberadaan jet tempur
Mig-21, rudal SA-2 dan KRI Irian. Tapi masih ada lagi artefak sejarah
alat tempur yang rasanya patut kita ”banggakan”, khususnya dari TNI-AU
(dulu AURI). Pasalnya skadron helikopter angkut berat TNI-AU di tahun
60-an memiliki jenis helikopter raksasa, Mi-6. Mi-6 adalah helikopter
buatan Rusia yang diproduksi oleh biro Mil yang dipimpin oleh Mikhail L.
Mil. Keluar pertama kali pada September 1957 dan merupakan helikopter
yang terbesar di dunia, dan memecahkan berbagai rekor dunia. Rekor
terbesar disandang sampai muncul penggantinya pada awal 1980-an, Mil
Mi-26 Halo dengan pengecualian Mil Mi-12 Homer yang dianggap gagal dan
tidak diproduksi massal.
Helikopter Mil Mi-6 adalah helikopter yang dirancang berdasarkan
persyaratan teknis bersama antara biro militer dan sipil. Mereka
menginginkan heli raksasa yang tidak hanya dapat menciptakan dimensi
baru dalam mobilitas perang dengan kemampuan memindahkan kendaraan lapis
baja ringan, namun juga dapat digunakan untuk kegiatan eksplorasi di
wilayah-wilayah terpencil di Uni Soviet. Syarat lain, helikopter itu
harus dapat mengangkut kargo dalam jumlah besar, sanggup dalam berbagai
macam kondisi serta memiliki jarak terbang yang jauh.
Setelah dihitung, syarat tersebut dapat dicapai apabila heli tersebut
menggunakan mesin turbin bertenaga besar, satu hal yang belum pernah
dibuat pada helikopter Soviet sebelumnya. Mesinnya sendiri cukup
menakjubkan, sebagai gambaran berat rotor (baling-baling) utama dan
gearbox Soloviev R-7 mencapai 3200 kilogram yang berarti lebih berat
dari berat kedua mesin turboshaft Soloviev D-25V. Sejak produksi yang
ke-30 pada 1960, Mi-6 dipasangi variable-incidence wing. Sayap yang
terletak dekat rotor utama itu, selain sebagai stabilisator juga berguna
untuk menambah daya angkat pesawat.
Saat terbang kecepatan jelajah, sayap itu menanggung 20 persen beban
helikopter. Dengan begitu, Mi-6 dapat melakukan rolling take-off (lepas
landas dengan meluncur seperti halnya pesawat biasa) dengan berat yang
lebih besar dibandingkan dengan vertical take-off (lepas landas secara
vertikal yang dilakukan helikopter pada umumnya). Menurut Chris Chant
dalam buku Military Aircraft of the World, merupakan hal yang luar
biasa. Helikopter ini terbang pertama pada akhir 1957 dengan pilot R.I
Kaprelyan.
Mil Mi-6 yang dioperasikan TNI-AU
Menjelang Operasi Trikora, pada awal 1960-an Indonesia membeli berbagai perlengkapan militer dari Uni Soviet. Namun beberapa diantaranya tiba setelah Trikora selesai. Termasuk diantaranya adalah helikopter Mil Mi-6 Hook pesanan Indonesia yang dibeli sembilan unit yang dioperasikan oleh TNI-AU (dulu AURI, Angkatan Udara Republik Indonesia). Pesawat itu diberi nomor registrasi H 270- H278. Beberapa publikasi asing menyebutnya enam unit helikopter.
Menjelang Operasi Trikora, pada awal 1960-an Indonesia membeli berbagai perlengkapan militer dari Uni Soviet. Namun beberapa diantaranya tiba setelah Trikora selesai. Termasuk diantaranya adalah helikopter Mil Mi-6 Hook pesanan Indonesia yang dibeli sembilan unit yang dioperasikan oleh TNI-AU (dulu AURI, Angkatan Udara Republik Indonesia). Pesawat itu diberi nomor registrasi H 270- H278. Beberapa publikasi asing menyebutnya enam unit helikopter.
Helikopter Mi-6 Hook sendiri bukanlah pilihan utama TNI-AU yang
sangat menginginkan Sikorsy S-61 Sea King terutama versi S-64 Tarhe yang
termasuk flying-crane helicopter. Namun karena alasan ekonomi dan
terutama politik, tentu tidak bisa didapatkan sehingga apa yang bisa
diambil dari Uni Soviet, itulah yang digunakan.
Sebelum menerbangkan Mi-6, para pilot TNI-AU berlatih dengan
helikopter Mi-4 yang sudah dimiliki di Pangkalan Udara (Lanud) Atang
Senjaya di Semplak, Bogor. Awal 1965, 22 personel TNI-AU dikirim ke Uni
Soviet yang terdiri atas enam pilot, satu navigator dan sisanya teknisi.
Disana mereka dilatih di Akademi AU Soviet di Frunze, ibukota
Kirghyzstan.
Pendidikan diselesaikan dalam enam bulan dan pada Juni 1964 mereka
kembali ke Indonesia, sedangkan helikopternya dikapalkan dari Sevastopol
di Laut Hitam dan dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada
tahun yang sama. Komponen Helikopter dirakit di Pangkalan Udara Halim
Perdanakusuma oleh teknisi-teknisi Uni Soviet. Helikopter pertama
Indonesia diterbangkan pada 1 Oktober 1964. Selanjutnya dimasukan ke
jajaran Skadron 8 Wing 4 Lanud Atang Senjaya, Bogor.
Helikopter itu kemudian dilibatkan dalam operasi-operasi selama
periode Konfrontasi dengan Malaysia (Dwikora) dan penumpasan kelompok
pemberontakan Paraku di Kalimantan Barat dengan fungsi sebagai transpor
dan dukungan logistik. Berbeda dengan perlengkapan militer buatan Uni
Soviet yang dioperasikan Indonesia pada masa-masa Trikora dan Dwikora,
helikopter ini tidak menimbulkan kekhawatiran di sejumlah negara
tetangga. Selain karena helikopter transport, juga sepertnya negara
tetangga mengetahui kelemahan helikopter ini.
Menurut kesaksian para pilot yang pernah mengoperasikan helikopter
Mil Mi-6 Hook ini, banyak kelemahan teknis yang tidak sesuai dengan yang
ditawarkan Uni Soviet seperti kecepatan jelajah yang hanya menjapai
170-175 km/jam, tidak sampai 200 km/jam. Jarak terbangnya yang pendek
karena bahan bakarnya hanya cukup untuk 2 jam terbang sehingga kalau
pergi ke suatu tempat harus dapat mendarat karena tidak mungkin kembali.
Terbang jelajah yang pernah diperoleh maksimum adalah 2 jam 54 menit
yakni dari Lanud Husein Sastranegara, Bandung hingga Tanjung Perak di
Surabaya, itupun dengan muatan yang tidak terlalu penuh.
Kemudian dari daya angkut, ternyata tidak sesuai dengan yang
ditawarkan. Dengan berat kosong heli 27,5 ton dan berat maksimum take
off 42 ton, selisih diantaranya sebagian dipakai untuk berat awak
pesawat dan bahan bakar yang mencapai sepulu ribu liter. Sebagai
akibatnya, perbandingan berat operasional dengan berat maksimum untuk
lepas landas sangat kecil, daya angkut efektifnya hanya 4,2 hingga 4,5
ton saja.Kelemahan lain adalah bila mendaratnya tidak tepat berakibat
bantalan udara (ground cushion) sukar diperoleh, namun jika terlalu
tinggi, putaran rotor ekor tidak dapat mengimbangi putaran rotor utama.
Namun demikian helikopter ini memiliki kelebihan yakni bisa digunakan
untuk segala medan. Ketika TNI-AU akan menggunakan helikopter
mengangkut barang-barang dengan rute Medan-Cot Girek di Aceh, terlebih
dahulu diuji dengan menerbangi rute Bandung-Pengalengan dengan
mengangkut barang. Ketika cuaca buruk menghadang, helikopter mendarat
darurat yang ternyata bukan kebin kentang yang diperkirakan pilot,
tetapi di dasar jurang dengan permukaan tidak rata.
Disinilah konstruksi helikopter Mi-6 teruji sekalipun tanah di kaki
roda kiri dan kanan tidak rata, karena sistem keseimbangannya bagus
sekali. Helikopter tersebut akhirnya berhasil diterbangkan keluar lembah
setelah muatannya dikurangi.
Helikopter ini tidak lama berdinas aktif dalam armada AURI (TNI-AU),
sekitar 1965-1968. Sebagaimana banyak peralatan militer buatan Uni
Soviet yang lain, setelah peristiwa G30S/PKI banyak yang tidak
dioperasikan lagi dengan alasan kekurangan suku cadang. Helikopter yang
terakhir terbang adalah helikopter berseri H-277.
Lebih disayangkan lagi karena tidak ada satupun helikopter Mi-6 Hook
yang dijadikan museum atau monumen. Padahal heli Mi-4 yang lebih kecil
dapat dijadikan monumen di museum Satria Mandala. Semua M-6
dibesituakan, padahal menurut pilot yang pernah menerbangkannya,
kondisinya sebenarnya masih bagus, diantaranya pada badan utama
(body/airframe) pesawat yang logamnya mengandung timah hitam sehingga
tahan karat sehingga bila diusahakan, helikopter ini sebenarnya masih
dapat dioperasikan.
Sumber: Indomeliter (Dikutip dari Wikipedia dan Angkasa)
Legenda Heli AKS TNI AL menuju Heli Apache, Super Cobra, atau Black Hawk
Bila merujuk pada kuantitas kapal perang yang dimiliki, boleh disebut
TNI AL merupakan angkatan laut terbesar yang ada di kawasan ASEAN. Tapi
terbesar belum tentu jadi yang terkuat, perihal yang terkuat masih
harus dikalkulasi ulang, terutama bila dilihat dari perspektif jenis dan
teknologi alutsista yang dimiliki oleh AL Singapura dan AL Malaysia.
Untuk segmen rudal anti kapal, TNI AL kini memang menjadi ‘raja’ di
ASEAN dengan mengadopsi Yakhont sebagai rudal jelajah dengan jangkauan
hingga 300Km. Bagaimana dengan segmen yang lain? Di lini kapal selam
misalnya, Korps Hiu Kencana TNI AL tak terbantahkan menjadi operator
kapal selam pertama di Asia Tenggara, tapi faktanya kini? Dari segi
kuantitas dan teknologi, kapal selam TNI AL sudah tertinggal dari milik
Singapura dan Malaysia. Semoga saja pesanan kapal selam terbaru untuk
TNI AL dari Rusia dan Korea Selatan tidak terkendala lagi kedatangannya.
Lalu dengan merajalelanya kekuatan kapal selam di ASEAN, apakah TNI
AL memiliki armada anti kapal selam (AKS)/anti submarine warfare (ASW)?
Jawabannya punya, tapi itu duluu.., persisnya pada awal tahun 60-an,
Penerbal (Pusat Penerbangan TNI AL) memiliki pesawat pemburu kapal
selam. Pesawat yang dimaksud adalah Fairey Gannet. Pesawat ini sangat
khas, pertama karena sosoknya yang terlihat tambun dan kedua, Gannet
punya dua bilah baling-baling yang sejajar di bagian hidung. Dua bilah
baling-baling ini berputar saling berlawanan arah.
Masuknya pesawat AKS jenis Gannet ke jajaran TNI-AL diawali dengan
kontrak pembelian pesawat Gannet tipe AS-4 dan T-5 oleh KSAL dengan
pihak Fairey Aviation Ltd (Inggris) pada tanggal 27 Januari 1959 di
Jakarta. Untuk ’mengganyang’ kapal selam musuh, Gannet dibekali
kemampuan membawa dua unit torpedo yang ditempatkan dalam bomb bay.
Serta tak ketinggalan peluncur roket dibawah kedua sayap. Di periode
yang sama, Penerbal juga pernah memiliki heli AKS Mi-4 yang masuk dalam
skadron 400. Tapi informasi diatas tentu hanya bicara dalam konteks masa
laloe. Nah, bagaimana kondisi saat ini?
Wasp Dalam Kenangan
Sejak NKRI berdiri, TNI AL sejatinya baru mengopersikan 2 tipe heli AKS,
yakni Mi-4 dan Westland Wasp HAS MK.1 . Dan Wasp-lah sosok heli ringan
yang menjadi kepanjangan mata dan kekutan penghancur kapal selam pada
frigat-frigat TNI AL di dasawarsa 80 dan 90-an.
Wasp adalah heli yang dirancang ideal untuk diopersikan dari atas
geladak frigat, meski dibuat oleh Westland Helicopter yang merupakan
perusahaan Inggris, Wasp yang digunakan oleh TNI AL merupakan bekas
pakai dari AL Belanda. Jumlah yang dibeli sebanyak 10 unit, dan
sejatinya merupakan paket dalam pembelian frigat kelas Tribal dari
Inggris, dan frigat kelas Van Speijk dari Belanda. Karena dibeli second
dan masuk dalam sistem paket, Wasp dihargai cukup murah, yakni US$75.000
per heli.
Ada beberapa hal yang unik dari heli ini, Wasp dibuat dengan empat
roda yang bisa bergerak kesegala arah, ini memudahkan dalam
pengaturannya di helipad dan hangar pada frigat yang luasnya terbatas.
Untuk memudahkan mobilitas, saat akan dimasukkan ke dalam hangar, selain
baling-baling yang bisa dilipat, ekor heli pun juga bisa ditekuk,
sehingga bisa memaksimalkan ruang yang ada di hangar. Ekor lipat inilah
yang menjadi ciri khas sejati untuk kebutuhan AL, tidak seperti heli
Bo-105 dan Nbell-412 yang aslinya tak dirancang untuk pengoperasian di
frigat.
Secara kasat mata, penempatan mesin heli ini pun sangat menarik
perhatian, sebab mesin dibiarkan terbuka tanpa penutup. Desain mesin
terbuka tentu cukup memudahkan dalam perawatan, tapi jadi elemen yang
melemahkan dari sisi perlindungan, semisal bila heli diberondong
tembakan, bisa fatal akibatnya. Karena dirancang untuk ‘hidup’ di
lautan, heli ini pun dilengkapi pelampung yang dapat mengembang bila
terjadi crash, letak pelampung ini terdapat pada besi penyangga, persisi disisi kiri dan kanan mesin.
Menilik dari sejarahnya, prototipe heli ini mulali meluncur dengan
kode Saro P.531 pada 20 Juli 1958. Dan mulai terbang perdana pada 1962
untuk mengisi kebutuhan Royal Navy dan Royal Army. Khusus untuk versi
Royal Army, disebut sebagai Westland Scout, bedanya terletak dengan
tidak digunakannya roda. Meski menyandang tugas sebagai pemburu kapal
selam, perangkat avionik heli ini terbilang kuno, dimana belum dibekali
radar, dan sonobuoy. Sebagai informasi, sonobuoy merupakan perangkat
sonar yang dicelupkan ke dalam air, gunanya untuk mendeteksi letak dan
posisi kapal selam musuh.
Meski kelengkapannya serba terbatas, di era 60 dan 70-an Wasp cukup
diandalkan oleh NATO, lantaran heli ini sanggup menggotong 2 torpedo
MK44, atau 1 torpedo MK46, atau 2 bom laut MK44, bahkan secara teori
bisa menggendong bom laut dengan hulu ledak nuklir. Untuk misi serangan
ke permukaan, Wasp juga bisa dibekali 4 rudal SS1 atau 2 rudal AS12.
Untuk kelengkapan pertahanan diri, Wasp juga dapat dipasangi GPMG
(general purpose machine gun) 7,6mm, dan flares.
Dalam event Pameran ABRI di tahun 1995, Wasp TNI AL bahkan pernah
dipamerkan dengan kelengkapan penuh, selain Torpedo MK46, juga
diperlihatkan beberapa perangkat yang bisa dipasang untuk misi SAR di
lautan.
Untuk menjalankan misinya, Wasp diawaki oleh seorang pilot dan
seorang aircrew yang juga berperan sebagai navigator untuk pelepasan
senjata. Untuk kapasitas angkutnya, di bagian belakang, heli ini dapat
memuat 3-4 orang penumpang. Untuk melayani misi tempur dan patroli, Wasp
ditenagai oleh sebuah mesin Rolls-Royce Nimbus 103 turboshaft, mesin
ini dapat menghantarkan Wasp hingga kecepatan maksimum 193Km per jam,
serta jangkauan terbang sampai 488Km.
TNI AL Pasca Wasp
Pasca ‘ditinggal’ Wasp, sayangnya TNI AL tidak punya heli pengganti yang berkualifikasi Wasp. Sejak 10 tahun ini sandaran kekuatan Penerbal hanya berkutat pada heli Bo-105, Nbell-412, dan Super Puma. Yang walaupun dipersenjatai pun, bukan untuk misi AKS, biasanya sekedar dipasangi GPMG dan roket untuk misi melawan terorisme di laut.
Pasca ‘ditinggal’ Wasp, sayangnya TNI AL tidak punya heli pengganti yang berkualifikasi Wasp. Sejak 10 tahun ini sandaran kekuatan Penerbal hanya berkutat pada heli Bo-105, Nbell-412, dan Super Puma. Yang walaupun dipersenjatai pun, bukan untuk misi AKS, biasanya sekedar dipasangi GPMG dan roket untuk misi melawan terorisme di laut.
Dengan wilayah laut yang begitu luas, ironis bagi kekuatan angkatan
laut Indonesia yang saat ini tak memiliki satuan pesawat AKS. Walau ada
Boeing 737 surveillance TNI AU, N22 Nomad dan CN-235 MPA (maritim patrol
aircraft), kedua pesawat tadi hanya sebatas mampu melakukan fungsi
pengintaian, tanpa bisa melakukan aksi tindakan bila ada ancaman kapal
selam. Maklum Boeing 737, Nomad dan CN-235 MPA tidak dibekali senjata ke
permukaan.
Pastinya TNI AL sadar akan perlunya heli AKS, dikutip dari
Tribun-news.com (26/2/2012), KSAL Laksamana TNI Soeparno mengatakan,
kebutuhan heli dan pesawat Patmar adalah tuntutan, terutama Helikopter
yang memiliki kemampuan AKS. Dan sesuai anggaran pengadaan 2010-2014,
ditargetkan TNI AL dapat memiliki setidaknya 10 heli berkemampuan AKS.
Kandidat heli AKS untuk TNI AL pun sudah banyak diperbincangkan.
Westland Super Lynx, sebagai ‘saudara kandung’ Wasp juga santer
disebut-sebut, pasanya heli ini pernah melakukan demo terbang di
Indonesia. Dari segi kecanggihan tak usah ditanya, tapi sayang harga
heli dan biaya operasi yang mahal membuat Super Lynx tergeser dari
bursa.
Kandidat masih banyak dipasaran, baik heli AKS dari Eropa dan Rusia,
tapi nyatanya pemerintah telah kepincut dengan sosok heli SH2G Seasprite
buatan Kaman Helicopters. Heli ini terbilang punya reputasi yang
tinggi. Menurut kabar, 6 heli Sea Sprite akan dibekali kemampuan AKS,
sedangkan 5 sisanya akan dilengkapi dengan persenjataan anti kapal
permukaan.
Selain radar deteksi, pesawat ini juga akan dilengkapi dengan
kemampuan untuk melakukan penindakan. “Rencananya pada 2012
pengadaannya,” ujarnya. Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan
Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, pengadaan CN-235 untuk MPA
TNI AL masuk dalam prioritas alutsista TNI. sumber : indomeliter
Kesaktian Pancasila Dan Korps Raport Kenaikan Pangkat
Pelaksanaan
upacara peringatan hari kesaktian pancasila 1 Oktober 2012 bertindak sebagai
irup kasiops Rem 172/Praja Wirayakti Letkol Inf Sudaryono di peringati secara
hikmat di lapangan Makorem 172/Praja Wirayakti padang bulan, Senin (1/10).
Dalam amanat Danrem 172/PWY yang di bacakan
Kasiops korem mengingatkan kepada seluruh anggota agar tetap waspada ajaran
yang bertantangan dengan pancasila karena dalam jangka satu darsawarsa ini
banyak ajaran yang memutar balikan sejarah melalui mimbar bebas maupun secara
akademis.
Dalam kegiatan upacara tersebut juga di
laksanakan laporan korps rapot kenaikan pangkat periode 1 Oktober 2012 yang di ikuti
13 Orang, Bintara 9 Orang, dan Tamtama 4 Orang.
Danrem 172/Praja Wirayakti mengucapkan selamat
kepada anggota yang telah naik pangkat, semakin tinggi pangkat yang disandang
seseorang maka semakin tinggi pula tuntutan tanggung jawab atas pelaksanaan
tugas yang diembannya, sejalan dengan upaya peningkatan kualitas diri yang
senantiasa berkelanjutan, dengan di dasari kerja keras dan motivasi serta
loyallitas yang tinggi dalam pengabdian di satuan korem 172/Praja Wirayakti.
Sumber: http://www.tni.mil.id
|
Profil TNI
Visi TNI adalah terwujudnya Pertahanan Negara yang Tangguh.
MISI TNI:
Misi TNI adalah menjaga Kedaulatan dan Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta Keselamatan Bangsa.
Lanal Ranai Melaksanakan Latihan Menembak
Komandan Lanal
Ranai Kolonel Laut (P) Suhartono mengatakan, latihan menembak tersebut
dilaksanakan secara rutin pada tiap triwulan dengan harapan dapat meningkatkan
kemampuan individu dan naluri tempur setiap prajurit Lanal Ranai.
Praktek lapangan
dilaksanakan pada tanggal 26 s.d. 27 September 2012 di lapangan tembak Lanal
Ranai yang diikuti oleh seluruh prajurit Lanal Ranai. Senjata yang digunakan adalah senjata
laras panjang jenis M-16 dengan jarak tembak 100 meter dalam posisi tiarap,
duduk dan berdiri serta senjata laras pendek jenis pistol P2 dan FN dengan
jarak tembak 25 meter dan 15 meter.
Sumber: ARMABAR
Pangarmatim: Semboyan “Navy Brotherhood” Jadi Spirit Universal AL Dunia
Peran diplomasi Angkatan Laut suatu Negara tidak dapat
diabaikan begitu saja. Semboyan “Navy
Brotherhood” telah menjadi spirit universal Angkatan Laut di Dunia untuk
saling berinteraksi. Pada kenyataannya, metode interaksi dirasakan paling
efektif dalam menjaga hubungan antara Negara. Sebaliknya, apabila hubungan
komunikasi antar Angkatan Laut terganggu maka akan berdampak luas hingga ke
lingkup Negara.
Hal itu ditegaskan
Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Agung
Pramono, S.H, M.Hum, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Staf
Koarmatim Laksamana Pertama TNI Darwanto, S.H, M.A.P, pada saat menerima
kunjungan 5 (lima) Perwira Senior Officer
Exchange Program (SOEP) Angkatan Laut Singapura (Republic Of Singapure Navy/RSN) dengan pimpinan Commander First Flotilla, Fleet, Kolonel Giam Hock Koon, di gedung
Laksamana Nala Koarmatim, Ujung, Surabaya, Senin (1/10).
Seusai diterima
Kasarmatim di gedung Laksamana Nala, tamu dari Angkatan Laut Republik Singapura
ini juga meninjau KRI Diponegoro-365. Di Kapal Perang Sigma Klas buatan Belanda
ini, para Perwira AL Republik Singapura ini melihat berbagai sarana dan
fasilitas yang dimiliki Kapal Perang tersebut.
Program Kunjungan Perwira Senior Officer Exchange Programme (SOEP) Republic of Singapore Navy (RSN) di
Surabaya yang dilaksanakan mulai tanggal 30 September hingga 02 Oktober 2012 di Surabaya itu, merupakan suatu kegiatan rutin yang
diselenggarakan tiap tahun sebagai salah satu hasil rapat Joint Naval Training Working Group (JNTWG) ke-33 di Medan dan Toba antara TNI AL dengan RSN di bidang Training and Course.Sumber: http://www.tni.mil.id
Tokoh Marinir pengangkut jenazah pahlawan revolusi meninggal
G30S PKI.
wordpress.com
Jenazah
Mayjen Purn Winanto dimakamkan hari ini di pemakaman San Diego Hills, Karawang,
Jawa Barat. Winanto adalah komandan Korps Komando Operasi (KKO) yang dulu
mengangkat jenazah tujuh pahlawan revolusi dari Lubang Buaya, Jakarta Timur.
"Meninggal dunia Minggu (3/9) kemarin karena sakit. Tadi pemakamannya dengan upacara militer," kata Kadispen Marinir Letkol Sumarto kepada merdeka.com, Senin (3/9).
Winanto lahir 6 Maret 1935. Berbagai posisi di TNI AL pernah dijabatnya. Winanto pernah menjabat sebagai Gubernur Akademi Angkatan Laut (AAL) 1988-1990, sebelum pensiun.
Ketika peristiwa 30 September terjadi, Winanto berpangkat kapten. Dia menjabat sebagai Komandan Kompi Intai Para Amphibi (IPAM) KKO (kini Marinir). Saat itu pasukan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) telah menemukan sumur maut berisi jenazah tujuh jenderal di Lubang Buaya, atas bantuan warga.
Namun tidak ada pasukan RPKAD yang mampu turun ke dasar sumur untuk mengambil jenazah. Panglima Kostrad Mayjen Soeharto dan pasukan RPKAD kemudian meminta bantuan Tim Kipam untuk masuk ke dalam sumur yang diduga mengeluarkan gas beracun itu.
Berbekal masker oksigen dan tabungnya, personel Kipam berhasil mengangkat jenazah tujuh pahlawan revolusi itu. Ada 12 Anggota Kipam KKO yang dilibatkan.
"Meninggal dunia Minggu (3/9) kemarin karena sakit. Tadi pemakamannya dengan upacara militer," kata Kadispen Marinir Letkol Sumarto kepada merdeka.com, Senin (3/9).
Winanto lahir 6 Maret 1935. Berbagai posisi di TNI AL pernah dijabatnya. Winanto pernah menjabat sebagai Gubernur Akademi Angkatan Laut (AAL) 1988-1990, sebelum pensiun.
Ketika peristiwa 30 September terjadi, Winanto berpangkat kapten. Dia menjabat sebagai Komandan Kompi Intai Para Amphibi (IPAM) KKO (kini Marinir). Saat itu pasukan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) telah menemukan sumur maut berisi jenazah tujuh jenderal di Lubang Buaya, atas bantuan warga.
Namun tidak ada pasukan RPKAD yang mampu turun ke dasar sumur untuk mengambil jenazah. Panglima Kostrad Mayjen Soeharto dan pasukan RPKAD kemudian meminta bantuan Tim Kipam untuk masuk ke dalam sumur yang diduga mengeluarkan gas beracun itu.
Berbekal masker oksigen dan tabungnya, personel Kipam berhasil mengangkat jenazah tujuh pahlawan revolusi itu. Ada 12 Anggota Kipam KKO yang dilibatkan.
Sumber: merdeka.com
TNI AD Berharap Anggaran Pembelian Apache Disetujui DPR
JAKARTA - TNI Angkatan Darat berharap Komisi
I DPR RI menyetujui anggaran pembelian delapan unit helikopter tempur Apache
dari Amerika Serikat pada APBN 2013.
"Kita
sedang bicarakan. Kita berharap bisa diberi izin membeli delapan unit. Maka
dari itu, sekarang kita koordinasikan, komunikasikan agar bisa
dianggarkan," kata Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Pramono
Edhie Wibowo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (1/10/2012).
Edhi
mengatakan, heli tersebut dibeli dari Amerika Serikat dalam kondisi baru serta
bersenjata lengkap.
"Baru,
100 persen gres, lengkap dengan senjatanya. Kalau heli serang tidak ada amunisi
dan senjata sama dengan meriam sundut, dong," kata Edhi
Menurut
Edhi, Indonesia diharuskan membeli heli tersebut untuk perlindungan angkatan
darat. "Indonesia tidak bisa memproduksi Apache, kalau bisa membeli Apache
kita beli di Indonesia," ujarnya.
Namun,
bila harga Apache tersebut mencapai Rp 60 juta USD, maka TNI AD akan menunda
pembelian heli tersebut. Edhi mengatakan, pihaknya mencari alternatif
helikopter tempur lain.
"Kalau
60 juta USD terlalu mahal ya. Mungkin kita akan mencari tipe lain, tapi tetap
heli serang," imbuhnya.
Edhi
mengungkapkan, Indonesia lebih memerlukan heli serang daripada heli angkut.
Sebab, TNI AD sudah memiliki 12 unit MI 17 yang dapat mengangkut 34 orang dalam
satu pesawat.
"Kita,
kalau heli angkut mempunyai MI 17, bisa mengangkut 34 orang, itu imbang dengan
Chinook," ujarnya.
MUI: Pemberontakan PKI Akibat Kelalaian Pemerintah
JAKARTA--Gerakan 30 September 1965 merupakan puncak gunung es dari niat jahat PKI (Partai Komunis Indonesia) serta para pendukungnya untuk kembali memaksakan ideologi.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) menilai pemberontakan PKI terjadi akibat lalainya pemerintah pusat. Karena sebenarnya tokoh-tokoh intelektual Indonesia saat itu sudah memperingatkan. Antara lain Mr. Muhammad Natsir, Prof. Sumitro, serta sejumlah tokoh militer di Sumatera dan Sulawesi.
"Namun sayangnya, peringatan ini tidak digubris oleh pemerintah pusat, dan bahkan diberangus secara militer dan penangkapan tokoh-tokoh nasional yang anti komunis," ujar KH. Amidhan, ketua MUI dalam diskui 'Mengungkap Pengkhianatan/Pemberontakan G30S-PKI tahun 1965', Aula Gedung MUI, Jl. Proklamasi 51, Jakarta Pusat, Senin (1/10/2012).
Sejauh ini, pelaku gerakan 30 September memang masih simpang siur. Sejarawan sendiri, lanjut Amidhan, menilai ada enam skenario utama pihak-pihak yang memainkan peran sentral dalam peristiwa 30 September 1965.
Secara berturut-turut adalah aktor tunggal PKI (Partai Komunis Indonesia), Sebagian petinggi perwira Angkatan Darat (AD), CIA (Central Intelligence Agency), Presiden Soekarno, Aktor intelijen Amerika dalam kampanye melawan komunisme yang bertemu dengan intelijen Inggris (kontra ganyang Malaysia), dan para aktor yang saling bersinggungan dalam situasi chaotic (kacau).
MUI sendiri juga mengatakan menolak dengan tegas adanya slogan keadilan untuk anggota atau keluarga KPI.
"(Namun) kita maafkan kesalahan mereka tapi tidak boleh melupakan peristiwa itu karena menjadi pelajaran berharga bagi umat dan bangsa ini," tandasnya.
Sumber : TRIBUNNEWS.COM
Langganan:
Postingan (Atom)