Bila merujuk pada kuantitas kapal perang yang dimiliki, boleh disebut
TNI AL merupakan angkatan laut terbesar yang ada di kawasan ASEAN. Tapi
terbesar belum tentu jadi yang terkuat, perihal yang terkuat masih
harus dikalkulasi ulang, terutama bila dilihat dari perspektif jenis dan
teknologi alutsista yang dimiliki oleh AL Singapura dan AL Malaysia.
Untuk segmen rudal anti kapal, TNI AL kini memang menjadi ‘raja’ di
ASEAN dengan mengadopsi Yakhont sebagai rudal jelajah dengan jangkauan
hingga 300Km. Bagaimana dengan segmen yang lain? Di lini kapal selam
misalnya, Korps Hiu Kencana TNI AL tak terbantahkan menjadi operator
kapal selam pertama di Asia Tenggara, tapi faktanya kini? Dari segi
kuantitas dan teknologi, kapal selam TNI AL sudah tertinggal dari milik
Singapura dan Malaysia. Semoga saja pesanan kapal selam terbaru untuk
TNI AL dari Rusia dan Korea Selatan tidak terkendala lagi kedatangannya.
Lalu dengan merajalelanya kekuatan kapal selam di ASEAN, apakah TNI
AL memiliki armada anti kapal selam (AKS)/anti submarine warfare (ASW)?
Jawabannya punya, tapi itu duluu.., persisnya pada awal tahun 60-an,
Penerbal (Pusat Penerbangan TNI AL) memiliki pesawat pemburu kapal
selam. Pesawat yang dimaksud adalah Fairey Gannet. Pesawat ini sangat
khas, pertama karena sosoknya yang terlihat tambun dan kedua, Gannet
punya dua bilah baling-baling yang sejajar di bagian hidung. Dua bilah
baling-baling ini berputar saling berlawanan arah.
Masuknya pesawat AKS jenis Gannet ke jajaran TNI-AL diawali dengan
kontrak pembelian pesawat Gannet tipe AS-4 dan T-5 oleh KSAL dengan
pihak Fairey Aviation Ltd (Inggris) pada tanggal 27 Januari 1959 di
Jakarta. Untuk ’mengganyang’ kapal selam musuh, Gannet dibekali
kemampuan membawa dua unit torpedo yang ditempatkan dalam bomb bay.
Serta tak ketinggalan peluncur roket dibawah kedua sayap. Di periode
yang sama, Penerbal juga pernah memiliki heli AKS Mi-4 yang masuk dalam
skadron 400. Tapi informasi diatas tentu hanya bicara dalam konteks masa
laloe. Nah, bagaimana kondisi saat ini?
Wasp Dalam Kenangan
Sejak NKRI berdiri, TNI AL sejatinya baru mengopersikan 2 tipe heli AKS,
yakni Mi-4 dan Westland Wasp HAS MK.1 . Dan Wasp-lah sosok heli ringan
yang menjadi kepanjangan mata dan kekutan penghancur kapal selam pada
frigat-frigat TNI AL di dasawarsa 80 dan 90-an.
Wasp adalah heli yang dirancang ideal untuk diopersikan dari atas
geladak frigat, meski dibuat oleh Westland Helicopter yang merupakan
perusahaan Inggris, Wasp yang digunakan oleh TNI AL merupakan bekas
pakai dari AL Belanda. Jumlah yang dibeli sebanyak 10 unit, dan
sejatinya merupakan paket dalam pembelian frigat kelas Tribal dari
Inggris, dan frigat kelas Van Speijk dari Belanda. Karena dibeli second
dan masuk dalam sistem paket, Wasp dihargai cukup murah, yakni US$75.000
per heli.
Ada beberapa hal yang unik dari heli ini, Wasp dibuat dengan empat
roda yang bisa bergerak kesegala arah, ini memudahkan dalam
pengaturannya di helipad dan hangar pada frigat yang luasnya terbatas.
Untuk memudahkan mobilitas, saat akan dimasukkan ke dalam hangar, selain
baling-baling yang bisa dilipat, ekor heli pun juga bisa ditekuk,
sehingga bisa memaksimalkan ruang yang ada di hangar. Ekor lipat inilah
yang menjadi ciri khas sejati untuk kebutuhan AL, tidak seperti heli
Bo-105 dan Nbell-412 yang aslinya tak dirancang untuk pengoperasian di
frigat.
Secara kasat mata, penempatan mesin heli ini pun sangat menarik
perhatian, sebab mesin dibiarkan terbuka tanpa penutup. Desain mesin
terbuka tentu cukup memudahkan dalam perawatan, tapi jadi elemen yang
melemahkan dari sisi perlindungan, semisal bila heli diberondong
tembakan, bisa fatal akibatnya. Karena dirancang untuk ‘hidup’ di
lautan, heli ini pun dilengkapi pelampung yang dapat mengembang bila
terjadi crash, letak pelampung ini terdapat pada besi penyangga, persisi disisi kiri dan kanan mesin.
Menilik dari sejarahnya, prototipe heli ini mulali meluncur dengan
kode Saro P.531 pada 20 Juli 1958. Dan mulai terbang perdana pada 1962
untuk mengisi kebutuhan Royal Navy dan Royal Army. Khusus untuk versi
Royal Army, disebut sebagai Westland Scout, bedanya terletak dengan
tidak digunakannya roda. Meski menyandang tugas sebagai pemburu kapal
selam, perangkat avionik heli ini terbilang kuno, dimana belum dibekali
radar, dan sonobuoy. Sebagai informasi, sonobuoy merupakan perangkat
sonar yang dicelupkan ke dalam air, gunanya untuk mendeteksi letak dan
posisi kapal selam musuh.
Meski kelengkapannya serba terbatas, di era 60 dan 70-an Wasp cukup
diandalkan oleh NATO, lantaran heli ini sanggup menggotong 2 torpedo
MK44, atau 1 torpedo MK46, atau 2 bom laut MK44, bahkan secara teori
bisa menggendong bom laut dengan hulu ledak nuklir. Untuk misi serangan
ke permukaan, Wasp juga bisa dibekali 4 rudal SS1 atau 2 rudal AS12.
Untuk kelengkapan pertahanan diri, Wasp juga dapat dipasangi GPMG
(general purpose machine gun) 7,6mm, dan flares.
Dalam event Pameran ABRI di tahun 1995, Wasp TNI AL bahkan pernah
dipamerkan dengan kelengkapan penuh, selain Torpedo MK46, juga
diperlihatkan beberapa perangkat yang bisa dipasang untuk misi SAR di
lautan.
Untuk menjalankan misinya, Wasp diawaki oleh seorang pilot dan
seorang aircrew yang juga berperan sebagai navigator untuk pelepasan
senjata. Untuk kapasitas angkutnya, di bagian belakang, heli ini dapat
memuat 3-4 orang penumpang. Untuk melayani misi tempur dan patroli, Wasp
ditenagai oleh sebuah mesin Rolls-Royce Nimbus 103 turboshaft, mesin
ini dapat menghantarkan Wasp hingga kecepatan maksimum 193Km per jam,
serta jangkauan terbang sampai 488Km.
TNI AL Pasca Wasp
Pasca ‘ditinggal’ Wasp, sayangnya TNI AL tidak punya heli pengganti yang berkualifikasi Wasp. Sejak 10 tahun ini sandaran kekuatan Penerbal hanya berkutat pada heli Bo-105, Nbell-412, dan Super Puma. Yang walaupun dipersenjatai pun, bukan untuk misi AKS, biasanya sekedar dipasangi GPMG dan roket untuk misi melawan terorisme di laut.
Pasca ‘ditinggal’ Wasp, sayangnya TNI AL tidak punya heli pengganti yang berkualifikasi Wasp. Sejak 10 tahun ini sandaran kekuatan Penerbal hanya berkutat pada heli Bo-105, Nbell-412, dan Super Puma. Yang walaupun dipersenjatai pun, bukan untuk misi AKS, biasanya sekedar dipasangi GPMG dan roket untuk misi melawan terorisme di laut.
Dengan wilayah laut yang begitu luas, ironis bagi kekuatan angkatan
laut Indonesia yang saat ini tak memiliki satuan pesawat AKS. Walau ada
Boeing 737 surveillance TNI AU, N22 Nomad dan CN-235 MPA (maritim patrol
aircraft), kedua pesawat tadi hanya sebatas mampu melakukan fungsi
pengintaian, tanpa bisa melakukan aksi tindakan bila ada ancaman kapal
selam. Maklum Boeing 737, Nomad dan CN-235 MPA tidak dibekali senjata ke
permukaan.
Pastinya TNI AL sadar akan perlunya heli AKS, dikutip dari
Tribun-news.com (26/2/2012), KSAL Laksamana TNI Soeparno mengatakan,
kebutuhan heli dan pesawat Patmar adalah tuntutan, terutama Helikopter
yang memiliki kemampuan AKS. Dan sesuai anggaran pengadaan 2010-2014,
ditargetkan TNI AL dapat memiliki setidaknya 10 heli berkemampuan AKS.
Kandidat heli AKS untuk TNI AL pun sudah banyak diperbincangkan.
Westland Super Lynx, sebagai ‘saudara kandung’ Wasp juga santer
disebut-sebut, pasanya heli ini pernah melakukan demo terbang di
Indonesia. Dari segi kecanggihan tak usah ditanya, tapi sayang harga
heli dan biaya operasi yang mahal membuat Super Lynx tergeser dari
bursa.
Kandidat masih banyak dipasaran, baik heli AKS dari Eropa dan Rusia,
tapi nyatanya pemerintah telah kepincut dengan sosok heli SH2G Seasprite
buatan Kaman Helicopters. Heli ini terbilang punya reputasi yang
tinggi. Menurut kabar, 6 heli Sea Sprite akan dibekali kemampuan AKS,
sedangkan 5 sisanya akan dilengkapi dengan persenjataan anti kapal
permukaan.
Selain radar deteksi, pesawat ini juga akan dilengkapi dengan
kemampuan untuk melakukan penindakan. “Rencananya pada 2012
pengadaannya,” ujarnya. Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan
Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, pengadaan CN-235 untuk MPA
TNI AL masuk dalam prioritas alutsista TNI. sumber : indomeliter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar